Alam semesta, kata ini digunakan untuk menjelaskan seluruh ruang waktu kontinu di mana kita berada, dengan energi dan materi yang dimilikinya pada pertengahan pertama abad ke-20. Usaha untuk memahami pegertian alam semesta dalam lingkup ini pada skala terbesar yang memungkinkan, ada pada kosmologi, ilmu pengetahuan yang berkembang dari fisika dan astronomi.
Pada pertengahan terakhir abad ke-20, perkembangan kosmologi berdasarkan pengamatan, juga disebut fisika kosmologi, mengarahkan pada pembagian kata alam semesta, antara kosmologi pengamatan dan kosmologi teoritis; yang (biasanya) para ahli menyatakan tidak ada harapan untuk mengamati keseluruhan dari ruang waktu kontinu, kemudian harapan ini dimunculkan, mencoba untuk menemukan spekulasi paling beralasan untuk model keseluruhan dari ruang waktu, mencoba mengatasi kesulitan dalam mengimajinasikan batasan empiris untuk spekulasi tersebut dan resiko pengabaian menuju metafisika.
Bagaimana kenampakan alam semesta sesaat setelah dentuman besar (Big bang)? Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan inti bintang atau planet?
Pertanyaan klasik dalam astro-fisika ini, sekarang hendak dijawab oleh ilmuwan Jerman menggunakan pemercepat partikel terbaru, yang pembangunannya dimulai belum lama ini di Darmstadt. Instalasinya diberi nama FAIR, yang merupakan singkatan dari fasilitas penelitian anti-Proton dan Ion.
Walaupun FAIR berada di kota Darmstadt, tapi merupakan proyek bersama Eropa, yang melbatkan 2.500 ilmuwan dari 15 negara. Dengan pemercepat partikel raksasa ini, inti atom dipacu hingga mendekati kecepatan cahaya dan saling ditabrakkan atau ditumbukkan dengan obyek lainnya.
Kondisi awal alam semesta sesaat setelah Dentuman Besar serta perkembangannya masih menyisakan banyak pertanyaan yang belum terjawab. Pada detik atau menit pertama setelah dentuman besar, seluruh materi di alam semesta masih terhimpun dalam apa yang disebut Big Bang Nucleosynthesis, yang panasnya milyaran derajat Celsius dengan kerapatan materi amat luar biasa.
Baryon yakni pasangan Proton dan Neutron yang dilepaskan pada fase itu, terutama membentuk ikatan Hidrogen-1 dengan inti atom terdiri dari satu Proton, serta Helium-4 yang memiliki inti atom dengan dua Proton dan dua Neutron. Beberapa menit setelah dentuman besar, alam semesta mengembang dengan cepat dan membentuk elemen yang lebih berat.
Pemercepat partikel di Darmstadt-FAIR, dibangun untuk membuat simulasi kondisi alam semesta pada detik-detik pertama setelah dentuman besar. Dengan mempercepat partikel mendekati kecepatan cahaya, yakni sekitar 300 ribu km per detik dan saling menabrakannya, diciptakan suhu tinggi dan kondisi seperti pada saat Big Bang Nucleosynthesis.
Pimpinan proyek FAIR prof. Hans Gutbrod menjelaskan; "Dengan FAIR kita harapkan berhasil mempercepat sirkulasi milyaran partikel dan merekayasanya untuk bergerak saling mendekat dan dalam waktu 50 nano-detik seperti sebuah palu kami tumbukkan ke sebuah blok."
Dengan itu dapat disimulasikan situasi ekstrim seperti yang terjadi pada inti bintang atau inti planet. Bahkan para pakar fisika berharap, mereka juga dapat membuat simulasi seperti pada saat awal mula terciptanya alam semesta
Simulasi sekitar 15 milyar tahun lalu, ketika terjadi dentuman besar yang melahirkan alam semesta yang kita huni, hendak diamati menggunakan kamera besar yang disebut sebagai detektor oleh para peneliti Astro-Fisika Eropa. Lebih lanjut pimpinan proyek FAIR, Prof. Hans Gutbrod menjelaskan ; "Ini sebuah perangkat, dimana di dalamnya inti atom saling bertabrakan. Perangkat ini panjangnya 25 meter dan tingginya 10 meter, dilengkapi dengan jutaan kanal elektronik."
Misteri Unsur Berat
FAIR diharapkan memberikan jawab terhadap berbagai misteri astro-fisika yang selama ini hendak dipecahkan para peneliti. Antara lain, dari mana datangnya inti atom unsur berat di alam semesta kita? Demikian diungkapkan Reinhard Stock, pakar fisika dari Universitas Frankfurt. Sebab pada saat dentuman besar hanya tercipta materi ringan, terutama Hidrogen dan Helium. Unsur kimia yang lebih berat lainnya, seperti oksigen, belerang dan besi terbentuk beberapa milyar tahun kemudian di dalam inti bintang atau inti planet. Tapi elemen super berat seperti Uranium, diyakini hanya dapat terbentuk dalam bencana kosmis. Pakar fisika dari Universitas Frankfurt, Reinhard Stock menegaskan; "Terdapat bencana astro-fisika yang eksotis, misalnya supernova atau tabrakan bintang neutron. Dan FAIR hendak mengujicoba proses penciptaan elemen berat yang ada di alam semesta, dimana sejumlah elemen berat yang langka dibuat sintesisnya dan diteliti sifat-sifatnya. Ini merupakan tema yang merupakan titik berat rekayasa dari instalasi baru tsb."
Para pakar fisika juga mengharapkan FAIR dapat menciptakan kondisi Big Bang Nucleosynthesis, yang panasnya milyaran derajat Celsius dengan kerapatan materi amat luar biasa.
Materi Hadron
Dengan memanfaatkan perangkat pemercepat partikel berukuran amat besar FAIR, para ahli fisika hendak mempercepat inti atom hingga mendekati kecepatan cahaya dan saling menabrakannya. Sejauh ini para ahli fisika masih menghadapi misteri besar menyangkut materi Hadron, dimana bagian elementar dari Proton dan Neutron yang disebut Quarks terikat oleh gaya amat kuat.
Gaya kuat atau Hadron ini memiliki sifat paradox. Semakin rapat Quarks semakin kecil gayanya, dan semakin membesar seiring dengan pertambahan jarak. Setelah itu jika mencapai jarak tertentu besarnya gaya akan konstan.
Pakar fisika dari Universitas Frankfurt, Reinhard Stock menjelaskan lebih lanjut; "Inti atom itu semacam gelembung yang berisi Proton dan Neutron. Jika saya menabrakkan dua gelembung semacam itu, berarti saya memampatkan materi di dalam gelembung. Di titik tabrakkan kerapatan materi menjadi amat tinggi. Dengan itu terbentuk kondisi yang tidak mengikuti hukum inti atom yang normal, dan diliuar semua hukum fisika yang dapat diamati di Bumi. Tercipta semacam dentuman besar dalam bentuk mini." Selain membuat simulasi dentuman besar, FAIR juga hendak membuat simulasi kondisi yang terjadi di inti planet Saturnus dan Yupiter. Dengan itu hendak dilacak rincian, bagaimana bagian terkecil dari materi berinteraksi. Selain itu juga hendak diujicoba komponen terbaru untuk membuat pesawat ruang angkasa dan satelit. Instalasi pemercepat partikel di Darmstadt itu memiliki diameter sekitar satu kilometer persegi, dan diharapkan mulai dapat digunakan tahun 2012 mendatang.
Sejauh ini, penelitian Hadron yakni gaya kuat di inti atom, yang mengikat Quarks menjadi Proton dan Neutron yang membentuk inti atom, masih berada pada tahapan awal. Bagaimana mekanismenya sebagian besar belum diketahui dengan pasti.
Yang sudah diketahui adalah, gaya kuat di inti atom mempengaruhi secara mendasar struktur materi serta evolusi alam semesta. Sejauh ini, penelitian elemen berat juga terus dipacu. Seperti diketahui, elemen paling berat di alam adalah Uranium yang memiliki 92 proton. Akan tetapi para pakar kimia dan fisika dapat menciptakan 20 unsur lebih berat dari Uranium, dengan sintesa di laboratorium.
Elemen berat di alam, menurut pengetahuan paling aktual, tercipta dalam proses amat rumit di inti bintang berukuran besar atau dari ledakan Supernova. Instalasi penelitian FAIR dengan perangkat anti-Proton dan pancaran ion-nya, diharapkan juga dapat menjelaskan lebih rinci pembentukan elemen berat di alam ini.
Bentuk alam semesta ini sebenarnya tidak pernah diketahui oleh kita, karena pengetahuan kita akan bentuk alam semesta sebatas hasil pengindraan tadi. Tetapi ada yang aneh dengan persepsi manusia terhadap bentuk dan kejadian di alam ini, yakni persepsi semua orang relatif sama. Sebagai contoh dalam kejadian sehari-hari, beberapa orang sedang menyaksikan sebuah acara televisi yang menayangkan seorang artis penyanyi. Semua penonton bersepakat bahwa nama artis tersebut adalah si anu, berjenis kelamin wanita, pakaian yang dikenakannya berwarna merah bergaris-garis, suaranya serak dan wajahnya cantik. Kalaupun ada perbedaan pendapat biasanya hanya sebatas kualitasnya, seperti warna merah bajunya terlalu tua dan yang lain bilang merahnya agak gelap, atau kecantikan tidak sempurna karena bibirnya terlalu lebar dan sebagainya – ini bisa terjadi karena kemampuan alat pengindraan dan cara pandang yang berbeda. Tetapi pada prinsipnya semua sepakat dalam beberapa hal seperti telah disebutkan sebelumnya.
Satu lagi contoh mengenai kejadian di alam. Semua orang relatif sama persepsinya bahwa langit mendung akan turun hujan. Apabila hujan turun maka tanah dan lain-lain akan basah terkena air. Kemudian air akan menyuburkan tanaman – pohon mangga misalnya, lalu pohon tersebut akan tumbuh baik, berbunga dan berbuah. Dan semua orang ternyata sepakat tentang rasa buah mangga apakah asam atau manis.
Kedua cerita di atas menimbulkan pertanyaan: kenapa persepsi semua orang bisa relatif sama terhadap wujud benda dan kejadian di alam semesta ini? Apakah yang menjadi penyebab persepsi itu bisa sama? Apakah kesamaan persepsi itu kebetulan belaka?
Tidak ada kebetulan, yang ada adalah ketetapan
Kita semua pasti sudah mengetahui tentang hukum alam (natural law) sebuah istilah lain yang digunakan sarjana-sarjana Barat untuk istilah hukum Allah (sunatullah) yang digunakan para ilmuwan Islam. Hukum inilah yang dijadikan dasar dalam penciptaan dan pengelolaan alam semesta.
Menurut keyakinan sebagian ilmuwan fisika, keberadaan hukum alam bersamaan dengan kejadian awal terciptanya alam semesta pada waktu ledakan besar pertama (teori Big Bang). Jadi sebelum ada alam semesta, hukum-hukum itu belum ada.
Tetapi saya berpandangan hukum-hukum itu ditetapkan oleh Tuhan sebelum alam semesta diciptakan. Logika sederhanya adalah pembuat kue tidak akan membuat kue sebelum menetapkan takaran bahan-bahan kue di dalam sebuah resep masakan. Jadi hukum alam itu sudah ditetapkan kemudian dijadikan dasar penciptaan dan proses kejadian alam semesta selanjutnya.
Ada dua kemungkinan faktor penyebab yang membuat persepsi semua orang sama terhadap keberadaan dan bentuk alam semesta, yakni:
1. Faktor pengetahuan tentang hukum alam
Seperti telah disebutkan di atas bahwa hukum alam itu diciptakan sebelum penciptaan alam semesta. Hukum-hukum alam tersebut dijadikan dasar penciptaan dan juga proses kejadian alam selanjutnya. Diibaratkan alam semesta ini adalah sebuah komputer raksasa, maka hukum-hukum alam tadi sudah diinstal ke dalam alam semesta. Software hukum alam tadi akan memproses kejadian-kejadian di alam semesta sehingga semua proses kejadian selalu mematuhi ketentuan hukum-hukum tadi.
Demikian juga halnya dengan penciptaan manusia. Karena tubuh manusia juga diciptakan sesuai dengan hukum alam – dan manusia memang bagian dari alam semesta – maka hukum alam tadi juga diinstalkan ke tubuh manusia. Tempat yang mungkin untuk itu adalah otak. Jadi sesungguhnya manusia sudah memiliki pengetahuan tentang hukum alam secara lengkap dan sempurna di dalam otaknya.
Keterangan di atas bisa menjelaskan bagaimana proses belajar bisa terjadi, apakah dengan membaca buku, menerima penjelasan orang lain, melihat kejadian alam atau menerima ilham. Membaca buku, menerima penjelasan orang lain dan melihat kejadian alam yang dilakukan seseorang untuk memperoleh ilmu pengetahuan adalah proses membandingkan apa yang dilihat di luar dirinya dengan hukum alam yang sudah diinstal di otak tadi. Mengerti dan memahami suatu pengetahuan adalah hasil akhir dari pencocokan realita yang dilihat dengan informasi hukum alam di otak. Jadi pengetahuan bukan datang dari luar masuk ke dalam otak, tapi sudah ada di dalam tapi belum dicocokkan dengan realita. Sedangkan pengetahuan yang diperoleh melalui ilham – tanpa melalui proses belajar – hukum-hukum yang telah diinstal di otak tadi akan muncul ke bagian otak yang memberikan gambaran dan memunculkan persepsi tanpa perbandingan dengan realita.
Begitu juga dengan proses mempersepsi wujud benda di alam semesta. Pada cerita para penonton televisi di atas, hukum-hukum alam di otak mereka masing-masing mengenai spektrum warna (untuk wana baju), struktur dan bangun tubuh (untuk pengenalan pribadi, jenis kelamin, kecantikan dan jenis suara) adalah sama. Karena alat indrawi mereka juga sama, maka hasil persepsi mereka terhadap objek yang sama menjadi sama. Sedikit perbedaan persepsi mungkin terjadi disebabkan ada faktor lain seperti buta warna, mata rabun, menggunakan kaca mata berwarna, sedang mabuk minuman keras dan lain sebagainya, sehingga fungsi alat indra, kelancaran proses menghantarkan sinyal-sinyal listrik di syaraf ke otak dan proses pengolahan informasi di otak bisa terganggu.
2. Faktor pengetahuan tentang kejadian alam semesta
Ada perbedaan pandangan yang sangat prinsip di kalangan ilmuwan mengenai kejadian alam semesta. Kelompok penganut faham materialisme berpandangan bahwa alam semesta statis dan berdiri sendiri. Sedangkan kelompok penganut faham kreasion meyakini alam semesta diciptakan, berawal dan berakhir. Walaupun mereka tidak mengetahui siapa yang menciptakan, bagaimana keadaan sebelum penciptaan dan apa yang terjadi sesudah kehancuran alam semesta.
Tapi kita tidak akan membahas perbedaan kedua pandangan tersebut. Kita akan membahas pandangan kaum spiritualis dan agamis – terutama kalangan sufisme – yang berpendapat bahwa kejadian penciptaan alam semesta ini sudah selesai. Mereka berkeyakinan bahwa dari kejadian awal hingga kehancuran alam semesta ini, termasuk juga dimensi akhirat sebagai alam lain setelah dunia menurut keyakinan spiritualis dan agamis, sudah selesai. Jadi menurut keyakinan mereka manusia dan seluruh isi alam sedang menjalani kehidupan yang sebetulnya sudah selesai dalam pengetahuan Tuhan.
Informasi kejadian alam semesta dari awal hingga selesai itulah yang diinstal ke otak kita. Namun tidak mudah menggalinya, karena bukan pengetahuan siap pakai. Informasi itu hanya sebagai alat untuk mencocokkan persepsi kita terhadap alam.
Kemajuan sains di masa sekarang sedang mengembangkan sebuah teknologi bernama virtual reality. Teknologi ini berupa sebuah alat yang bisa memberikan gambaran kejadian berupa program komputer melalui kejutan-kejutan listrik ke otak. Game komputer yang menggunakan teknologi virtual reality akan membuat si pemain seperti berada di dalam dunia nyata, bisa merasakan sakitnya pukulan bahkan bisa berdarah dan mati.
Sehubungan dengan teknologi virtual reality tersebut ada sebuah pendapat ekstrim yang mengatakan bahwa hidup kita di dunia ini adalah sebuah program virtual reality milik Tuhan yang sudah diinstalkan ke otak kita. Jadi kita sedang hidup di dalam dunia maya yang kita anggap sebagai sebuah dunia nyata!
Pada tahun 1929, di observatorium Mount Wilson California, ahli astronomi Amerika, Edwin Hubble membuat salah satu penemuan terbesar di sepanjang sejarah astronomi.
Ketika mengamati bintang-bintang dengan teleskop raksasa, ia menemukan bahwa mereka memancarkan cahaya merah sesuai dengan jaraknya. Hal ini berarti bahwa bintang-bintang ini “bergerak menjauhi” kita. Sebab, menurut hukum fisika yang diketahui, spektrum dari sumber cahaya yang sedang bergerak mendekati pengamat cenderung ke warna ungu, sedangkan yang menjauhi pengamat cenderung ke warna merah. Jauh sebelumnya, Hubble telah membuat penemuan penting lain. Bintang dan galaksi bergerak tak hanya menjauhi kita, tapi juga menjauhi satu sama lain. Satu-satunya yang dapat disimpulkan dari suatu alam semesta di mana segala sesuatunya bergerak menjauhi satu sama lain adalah bahwa ia terus-menerus “mengembang”.
Agar lebih mudah dipahami, alam semesta dapat diumpamakan sebagai permukaan balon yang sedang mengembang. Sebagaimana titik-titik di permukaan balon yang bergerak menjauhi satu sama lain ketika balon membesar, benda-benda di ruang angkasa juga bergerak menjauhi satu sama lain ketika alam semesta terus mengembang. Sebenarnya, fakta ini secara teoritis telah ditemukan lebih awal. Albert Einstein, yang diakui sebagai ilmuwan terbesar abad ke-20, berdasarkan perhitungan yang ia buat dalam fisika teori, telah menyimpulkan bahwa alam semesta tidak mungkin statis. Tetapi, ia mendiamkan penemuannya ini, hanya agar tidak bertentangan dengan model alam semesta statis yang diakui luas waktu itu. Di kemudian hari, Einstein menyadari tindakannya ini sebagai ‘kesalahan terbesar dalam karirnya’.
Apa arti dari mengembangnya alam semesta? Mengembangnya alam semesta berarti bahwa jika alam semesta dapat bergerak mundur ke masa lampau, maka ia akan terbukti berasal dari satu titik tunggal. Perhitungan menunjukkan bahwa ‘titik tunggal’ ini yang berisi semua materi alam semesta haruslah memiliki ‘volume nol‘, dan ‘kepadatan tak hingga‘. Alam semesta telah terbentuk melalui ledakan titik tunggal bervolume nol ini.
Ledakan raksasa yang menandai permulaan alam semesta ini dinamakan ‘Big Bang‘, dan teorinya dikenal dengan nama tersebut. Perlu dikemukakan bahwa ‘volume nol‘ merupakan pernyataan teoritis yang digunakan untuk memudahkan pemahaman. Ilmu pengetahuan dapat mendefinisikan konsep ‘ketiadaan‘, yang berada di luar batas pemahaman manusia, hanya dengan menyatakannya sebagai ‘titik bervolume nol‘. Sebenarnya, ‘sebuah titik tak bervolume‘ berarti ‘ketiadaan‘. Demikianlah alam semesta muncul menjadi ada dari ketiadaan. Dengan kata lain, ia telah diciptakan. Fakta bahwa alam ini diciptakan, yang baru ditemukan fisika modern pada abad ke-20, telah dinyatakan dalam Al-Quran 14 abad lampau: “Dia Pencipta langit dan bumi.” (Al-An’aam: 101)
Teori Big Bang menunjukkan, semua benda di alam semesta pada awalnya adalah satu wujud, dan kemudian terpisah-pisah. Ini diartikan bahwa keseluruhan materi diciptakan melalui Big Bang atau ledakan raksasa dari satu titik tunggal, dan membentuk alam semesta kini dengan cara pemisahan satu dari yang lain.
Pada tahun 1948, Gerge Gamov muncul dengan gagasan lain tentang Big Bang. Ia mengatakan, setelah pembentukan alam semesta melalui ledakan raksasa, sisa radiasi yang ditinggalkan oleh ledakan ini haruslah ada di alam. Selain itu, radiasi ini haruslah tersebar merata di segenap penjuru alam semesta. Bukti yang ‘seharusnya ada‘ ini pada akhirnya diketemukan. Pada tahun 1965, dua peneliti bernama Arno Penziaz dan Robert Wilson menemukan gelombang ini tanpa sengaja. Radiasi ini, yang disebut ‘radiasi latar kosmis‘, tidak terlihat memancar dari satu sumber tertentu, akan tetapi meliputi keseluruhan ruang angkasa. Demikianlah, diketahui bahwa radiasi ini adalah sisa radiasi peninggalan dari tahapan awal peristiwa Big Bang. Penzias dan Wilson dianugerahi hadiah Nobel untuk penemuan mereka. Pada tahun 1989, NASA mengirimkan satelit Cosmic Background Explorer [COBE] ke ruang angkasa untuk melakukan penelitian tentang radiasi latar kosmis. Hanya perlu 8 menit bagi COBE untuk membuktikan perhitungan Penziaz dan Wilson. COBE telah menemukan sisa ledakan raksasa yang telah terjadi di awal pembentukan alam semesta. Dinyatakan sebagai penemuan astronomi terbesar sepanjang masa, penemuan ini dengan jelas membuktikan teori Big Bang. Bukti penting lain bagi Big Bang adalah jumlah hidrogen dan helium di ruang angkasa. Dalam berbagai penelitian, diketahui bahwa konsentrasi hidrogen-helium di alam semesta bersesuaian dengan perhitungan teoritis konsentrasi hidrogen-helium sisa peninggalan peristiwa Big Bang. Jika alam semesta tak memiliki permulaan dan jika ia telah ada sejak dulu kala, maka unsur hidrogen ini seharusnya telah habis sama sekali dan berubah menjadi helium. Segala bukti meyakinkan ini menyebabkan teori Big Bang diterima oleh masyarakat ilmiah. Model Big Bang adalah titik terakhir yang dicapai ilmu pengetahuan tentang asal muasal alam semesta. Begitulah, alam semesta ini telah diciptakan oleh Allah Yang Maha Perkasa dengan sempurna tanpa cacat: “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihtatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang.” (Al-Mulk:3)
Segala bukti meyakinkan di atas telah menyebabkan teori Big Bang diterima oleh masyarakat ilmiah. Model Big Bang adalah titik terakhir yang dicapai ilmu pengetahuan tentang asal muasal alam semesta. Begitulah, alam semesta ini telah diciptakan oleh Allah Yang Maha Perkasa dengan sempurna tanpa cacat dari ketiadaan. Dennis Sciama, yang selama bertahun-tahun bersama Sir Fred Hoyle mempertahankan teori Steady-state, yang berlawanan dengan fakta penciptaan alam semesta, menjelaskan posisi akhir yang telah mereka capai setelah semua bukti bagi teori Big Bang terungkap. Sciama menyatakan bahwa ia mempertahankan teori Steady-state bukan karena ia menanggapnya benar, melainkan karena ia berharap bahwa inilah yang benar. Sciama selanjutnya mengatakan, ketika bukti mulai bertambah, ia harus mengakui bahwa permainan telah usai dan teori Steady-state harus ditolak. Prof George Abel dari Universitas California juga menerima kemenangan akhir Big Bang dan menyatakan bahwa bukti yang kini ada menunjukkan bahwa alam semesta bermula milyaran tahun silam melalui peristiwa Big Bang. Ia mengakui bahwa ia tak memiliki pilihan kecuali menerima teori Big Bang. Dengan kemenangan Big Bang, mitos ‘materi kekal’ yang menjadi dasar berpijak paham materialis terhempaskan ke dalam tumpukan sampah sejarah. Lalu keberadaan apakah sebelum Big Bang; dan kekuatan apa yang memunculkan alam semesta sehingga menjadi ‘ada’ dengan ledakan raksasa ini saat alam tersebut ‘tidak ada’?
Meminjam istilah Arthur Eddington, pertanyaan ini jelas mengarah pada fakta yang ‘secara filosofis menjijikkan’ bagi kaum materialis, yakni keberadaan sang Pencipta, alias The Creator, alias Al-Khaliq.
Filosof ateis terkenal Antony Flew berkata tentang hal ini: “Sayangnya, pengakuan adalah baik bagi jiwa. Karenanya, saya akan memulai dengan pengakuan bahwa kaum Ateis Stratonisian terpaksa dipermalukan oleh kesepakatan kosmologi zaman ini. Sebab, tampaknya para ahli kosmologi tengah memberikan bukti ilmiah bahwa alam semesta memiliki permulaan.”
Banyak ilmuwan yang tidak secara buta menempatkan dirinya sebagai ateis telah mengakui peran Pencipta yang Mahaperkasa dalam penciptaan alam semesta. Pencipta ini haruslah Dzat yang telah menciptakan materi dan waktu, namun tidak terikat oleh keduanya.
Ahli astrofisika terkenal Hugh Ross mengatakan: “Jika permulaan waktu terjadi bersamaan dengan permulaan alam semesta, sebagaimana pernyataan teorema ruang, maka penyebab terbentuknya alam semesta pastilah sesuatu yang bekerja pada dimensi waktu yang sama sekali tak tergantung dan lebih dulu ada dari dimensi waktu alam semesta. Kesimpulan ini memberitahu kita bahwa Tuhan bukanlah alam semesta itu sendiri, Tuhan tidak pula berada di dalam alam semesta.”
Begitulah, materi dan waktu diciptakan oleh sang Pencipta yang tidak terikat oleh keduanya. Pencipta ini adalah Allah, Dialah Penguasa langit dan bumi. Sebenarnya, Big Bang telah menimbulkan masalah yang lebih besar bagi kaum materialis daripada pengakuan Filosof ateis, Antony Flew. Sebab, Big Bang tak hanya membuktikan bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan, tetapi ia juga diciptakan secara sangat terencana, sistematis dan teratur.
Big Bang terjadi melalui ledakan suatu titik yang berisi semua materi dan energi alam semesta serta penyebarannya ke segenap penjuru ruang angkasa dengan kecepatan yang sangat tinggi. Dari materi dan energi ini, munculah suatu keseimbangan luar biasa yang melingkupi berbagai galaksi, bintang, matahari, bulan, dan benda angkasa lainnya. Hukum alam pun terbentuk yang kemudian disebut ’hukum fisika’, yang seragam di seluruh penjuru alam semesta, dan tidak berubah. Hukum fisika yang muncul bersamaan dengan Big Bang tak berubah sama sekali selama lebih dari 15 milyar tahun. Selain itu, hukum ini didasarkan atas perhitungan yang sangat teliti sehingga penyimpangan satu milimeter saja dari angka yang ada sekarang akan berakibat pada kehancuran seluruh bangunan dan tatanan alam semesta. Semua ini menunjukkan bahwa suatu tatanan sempurna muncul setelah Big Bang.
Namun, yang namanya ledakan tidak mungkin memunculkan tatanan sempurna. Semua ledakan cenderung berbahaya, menghancurkan, dan merusak apa yang ada. Mulai dari ledakan gunung berapi sampai ledakan kompor di dapur, semua bersifat merusak. Karenanya, jika kita diberitahu tentang kemunculan tatanan sangat sempurna setelah suatu ledakan, kita dapat menyimpulkan bahwa ada campur tangan ‘cerdas’ di balik ledakan ini, dan segala serpihan yang berhamburan akibat ledakan ini telah digerakkan secara sangat terkendali. Sir Fred Hoyle, yang akhirnya harus menerima teori Big Bang setelah bertahun-tahun menentangnya, mengungkapkan hal ini dengan jelas: “Teori Big Bang menyatakan bahwa alam semesta berawal dari satu ledakan tunggal. Tapi, sebagaimana diketahui, ledakan hanya menghancurkan materi berkeping-keping, sementara Big Bang secara misterius telah menghasilkan dampak yang berlawanan -yakni materi yang saling bergabung dan membentuk galaksi-galaksi.”
Tidak ada keraguan, jika suatu tatanan sempurna muncul melalui sebuah ledakan, maka harus diakui bahwa terdapat campur tangan Pencipta yang berperan di setiap saat dalam ledakan ini.
Hal lain dari tatanan luar biasa yang terbentuk di alam menyusul peristiwa Big Bang ini adalah penciptaan ‘alam semesta yang dapat dihuni’. Persyaratan bagi pembentukan suatu planet layak huni sungguh sangat banyak dan kompleks, sehingga mustahil untuk beranggapan bahwa pembentukan ini bersifat kebetulan.
Setelah melakukan perhitungan tentang kecepatan mengembangnya alam semesta, Paul Davis, profesor fisika teori terkemuka, meyakini bahwa kecepatan ini memiliki ketelitian yang sungguh tak terbayangkan.
Davis berkata: “Perhitungan jeli menempatkan kecepatan pengembangan ini sangat dekat pada angka kritis yang dengannya alam semesta akan terlepas dari gravitasinya dan mengembang selamanya. Sedikit lebih lambat dan alam ini akan runtuh, sedikit lebih cepat dan keseluruhan materi alam semesta sudah berhamburan sejak dulu. Jelasnya, Big Bang bukanlah sekedar ledakan zaman dulu, tapi ledakan yang terencana dengan sangat cermat.
Fisikawan terkenal, Prof Stephen Hawking mengatakan dalam bukunya A Brief History of Time, bahwa alam semesta dibangun berdasarkan perhitungan dan keseimbangan yang lebih akurat dari yang dapat kita bayangkan. Dengan merujuk pada kecepatan mengembangnya alam semesta, Hawking berkata: “Jika kecepatan pengembangan ini dalam satu detik setelah Big Bang berkurang meski hanya sebesar angka satu per-seratus ribu juta juta, alam semesta ini akan telah runtuh sebelum pernah mencapai ukurannya yang sekarang.” Paul Davis juga menjelaskan akibat tak terhindarkan dari keseimbangan dan perhitungan yang luar biasa akuratnya ini: “Adalah sulit menghindarkan kesan bahwa tatanan alam semesta sekarang, yang terlihat begitu sensitif terhadap perubahan angka sekecil apapun, telah direncanakan dengan sangat teliti. Kemunculan serentak angka-angka yang tampak ajaib ini, yang digunakan alam sebagai konstanta-konstanta dasarnya, pastilah menjadi bukti paling meyakinkan bagi keberadaan desain alam semesta.”
Berkenaan dengan kenyataan yang sama ini, profesor astronomi Amerika, George Greenstein menulis dalam bukunya The Symbiotic Universe: “Ketika kita mengkaji semua bukti yang ada, pemikiran yang senantiasa muncul adalah bahwa kekuatan supernatural pasti terlibat.”
Teori Big Bang Diragukan : Semesta Tak Memiliki Awal dan Akhir
Apa yang bakal terjadi jika teori Big Bang itu ternyata salah" Bagaimana jika ternyata semesta tidak pernah memiliki awal dan akhir" Dua ahli fisika, yakni Paul Steinhardt dari Princeton University dan Neil Turok dari Cambridge University memunculkan pertanyaan ini lewat konsep baru yang mereka tawarkan.
Teori Big Bang, selama beberapa dekade, dipercaya memberikan penjelasan paling masuk akal tentang kelahiran alam semesta. Teori ini menerangkan bahwa semesta lahir sekitar 14 miliar tahun lalu lewat dentuman besar entitas zat dan energi.
Segera setelah ledakan pertama tersebut, semesta meluas dengan cepat, dalam sebuah fenomena yang disebut para astronom sebagai inflasi. Proses perluasan semesta berlanjut dengan periode sangat singkat dan pendinginan sangat cepat, diikuti dengan ekpansi yang lebih tenang. Big Bang menjadi awal pembentukan ruang dan waktu.
Tapi model tersebut, dalam kaca mata Steinhardt dan Turok, memiliki beberapa kekurangan. Model tersebut tidak dapat menerangkan apa yang terjadi sebelum Big Bang dan menjelaskan hasil akhir dari semesta.
Akhir Teori Big Bang
Steinhardt dan Turok dari Cambridge, dalam laporan di jurnal Science, menguraikan bahwa Big Bang hanyalah salah satu bagian dari pembuatan semesta, tapi bukan pelopor dari kelahiran semesta. Ia hanya bagian kecil dari proses pembentukan semesta yang tidak memiliki awal dan akhir.
Sehingga penentuan umur semesta, yang muncul dari teori Big Bang, merupakan kesimpulan mengada-ada. Penambahan dan penyusutan semesta terjadi secara terus-menerus, berlangsung bukan dalam miliar tapi triliunan tahun.
"Waktu tidak mesti memiliki awal," ujar Steinhardt dalam wawancara telepon dengan Associated Press. Ia mengatakan bahwa teori waktu sebenarnya hanya transisi atau tahap evolusi dari fase sebelum semesta ada ke fase perluasan semesta yang ada saat ini.
Para ilmuwan yang menyokong teori Big Bang melihat ekspansi semesta ditentukan oleh sejumlah energi yang memperlambat dan mempercepat ekspansi. Energi yang memperlambat ekspansi ini kemudian bergerombol dalam galaksi, bintang dan planet. Energi yang mempercepat ekspansi ini diistilahkan sebagai "energi gelap".
Namun Steinhardt dan Turok melihat bahwa materi semesta tidak sekadar terdiri dari energi biasa dan "energi gelap", tapi juga "spesies ketiga". "Kami melihat rasio energi yang membentuk semesta adalah 70 persen materi unik dan 30 persen materi biasa," ujar Steinhardt.
Materi biasa yang dimaksud Steinhardt adalah materi yang membuat ekspansi semesta lebih pelan, yang mengijinkan gravitasi menciptakan galaksi, bintang dan planet, termasuk bumi.
Sementara percepatan ekspansi didorong oleh "energi gelap" yang menyatukan sejumlah zat dan energi. "Energi ini, sekali mengambil alih semesta, mendorong segala seuatu pada pusat percepatan. Sehingga semesta akan berukuran dua kali lipat setiap 14 hingga 15 miliar tahun sepanjang ada energi gravitasi yang mendominasi semesta," ujar Steinhardt.
Dentuman besar muncul ketika "energi gelap" mengubah karakter ini. Dengan alasan inilah, kedua ilmuwan fisika tersebut menolak menerima argumen bahwa Big Bang merupakan penyebab kelahiran alam semesta. Karena semesta sudah ada sebelum dentuman itu terjadi.
Penulis kosmologi Marcus Chown Concedes mengakui pembuktian model semesta memang rumit. Ia bahkan mengatakan sejarah semesta adalah sejarah kesalahan kita sebagai manusia.
Karena kita hendak menyelidiki materi yang luar biasa besar, sementara kita hanya bisa duduk di sebuah planet kecil yang menjadi bagian dari materi tersebut.
Proses Terciptanya Alam Semesta Menurut Al-Quran
Dalam salah satu teori mengenai terciptanya alam semesta (teori big bang), disebutkan bahwa alam semesta tercipta dari sebuah ledakan kosmis sekitar 10-20 miliar tahun yang lalu yang mengakibatkan adanya ekspansi (pengembangan) alam semesta. Sebelum terjadinya ledakan kosmis tersebut, seluruh ruang materi dan energi terkumpul dalam sebuah titik. Mungkin banyak di antara kita yang telah membaca tentang teori tersebut.
Sekarang, mungkin ada di antara kita yang ingin tahu bagaimana Al-Quran menjelaskan tentang terbentuknya alam semesta ini. Dalam Quran surat Al-Anbiya (surat ke-21) ayat 30 disebutkan:
“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”
Lalu dalam Quran surat Fussilat (surat ke-41) ayat 11 Allah berfirman:
“Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”.
Kata asap dalam ayat tersebut di atas menurut para ahli tafsir adalah merupakan kumpulan dari gas-gas dan partikel-partikel halus baik dalam bentuk padat maupun cair pada temperatur yang tinggi maupun rendah dalam suatu campuran yang lebih atau kurang stabil.
Lalu dalam surat At-Talaq (surat ke-65) ayat 12 Allah berfirman: “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmunya benar-benar meliputi segala sesuatu”Para ahli menafsirkan bahwa kata tujuh menunjukkan sesuatu yang jamak (lebih dari satu), dimana secara tekstual hal ini mengindikasikan bahwa di alam semesta ini terdapat lebih dari satu bumi seperti bumi yang kita tempati sekarang ini.
Beberapa hal yang mungkin mengejutkan bagi para pembaca Al-Quran di abad ini adalah fakta tentang ayat-ayat dalam Al-Quran yang menyebutkan tentang tiga kelompok benda yang diciptakan(Nya) yang ada di alam semesta yaitu benda-benda yang berada di langit, benda-benda yang berada di bumi dan benda-benda yang berada di antara keduanya. Kita dapat menemukan tentang hal ini pada beberapa surat yaitu surat To-Ha (surat ke-20) ayat 6 yang artinya: “Kepunyaan-Nya lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah”.
Lalu dalam surat Al-Furqan (aurat ke-25) ayat 59 yang artinya: “Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa…”Juga dalam surat Al-Sajda (surat ke-32) ayat 4 yang artinya: “Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa…”
Dan surat Qaf (surat ke-50) ayat 58 yang artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikit pun tidak ditimpa keletihan” Dari surat-surat tersebut di atas terlihat bahwa secara umum proses terciptanya jagat raya ini berlangsung dalam 6 periode atau masa dimana tahapan dalam proses tersebut saling berkaitan. Disebutkan pula bahwa terciptanya jagat raya terjadi melalui proses pemisahan massa yang tadinya bersatu. Selain itu disebutkan pula tentang lebih dari satu langit dan bumi dan keberadaan ciptaan di antara langit dan bumi.
Dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa sebelum para ahli mengemukakan tentang teori big bang (yang dimulai sejak tahun 1920-an), ayat-ayat Al-Quran telah secara jelas menceritakan bagaimana alam semesta ini terbentuk.
Pada pertengahan terakhir abad ke-20, perkembangan kosmologi berdasarkan pengamatan, juga disebut fisika kosmologi, mengarahkan pada pembagian kata alam semesta, antara kosmologi pengamatan dan kosmologi teoritis; yang (biasanya) para ahli menyatakan tidak ada harapan untuk mengamati keseluruhan dari ruang waktu kontinu, kemudian harapan ini dimunculkan, mencoba untuk menemukan spekulasi paling beralasan untuk model keseluruhan dari ruang waktu, mencoba mengatasi kesulitan dalam mengimajinasikan batasan empiris untuk spekulasi tersebut dan resiko pengabaian menuju metafisika.
Bagaimana kenampakan alam semesta sesaat setelah dentuman besar (Big bang)? Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan inti bintang atau planet?
Pertanyaan klasik dalam astro-fisika ini, sekarang hendak dijawab oleh ilmuwan Jerman menggunakan pemercepat partikel terbaru, yang pembangunannya dimulai belum lama ini di Darmstadt. Instalasinya diberi nama FAIR, yang merupakan singkatan dari fasilitas penelitian anti-Proton dan Ion.
Walaupun FAIR berada di kota Darmstadt, tapi merupakan proyek bersama Eropa, yang melbatkan 2.500 ilmuwan dari 15 negara. Dengan pemercepat partikel raksasa ini, inti atom dipacu hingga mendekati kecepatan cahaya dan saling ditabrakkan atau ditumbukkan dengan obyek lainnya.
Kondisi awal alam semesta sesaat setelah Dentuman Besar serta perkembangannya masih menyisakan banyak pertanyaan yang belum terjawab. Pada detik atau menit pertama setelah dentuman besar, seluruh materi di alam semesta masih terhimpun dalam apa yang disebut Big Bang Nucleosynthesis, yang panasnya milyaran derajat Celsius dengan kerapatan materi amat luar biasa.
Baryon yakni pasangan Proton dan Neutron yang dilepaskan pada fase itu, terutama membentuk ikatan Hidrogen-1 dengan inti atom terdiri dari satu Proton, serta Helium-4 yang memiliki inti atom dengan dua Proton dan dua Neutron. Beberapa menit setelah dentuman besar, alam semesta mengembang dengan cepat dan membentuk elemen yang lebih berat.
Pemercepat partikel di Darmstadt-FAIR, dibangun untuk membuat simulasi kondisi alam semesta pada detik-detik pertama setelah dentuman besar. Dengan mempercepat partikel mendekati kecepatan cahaya, yakni sekitar 300 ribu km per detik dan saling menabrakannya, diciptakan suhu tinggi dan kondisi seperti pada saat Big Bang Nucleosynthesis.
Pimpinan proyek FAIR prof. Hans Gutbrod menjelaskan; "Dengan FAIR kita harapkan berhasil mempercepat sirkulasi milyaran partikel dan merekayasanya untuk bergerak saling mendekat dan dalam waktu 50 nano-detik seperti sebuah palu kami tumbukkan ke sebuah blok."
Dengan itu dapat disimulasikan situasi ekstrim seperti yang terjadi pada inti bintang atau inti planet. Bahkan para pakar fisika berharap, mereka juga dapat membuat simulasi seperti pada saat awal mula terciptanya alam semesta
Simulasi sekitar 15 milyar tahun lalu, ketika terjadi dentuman besar yang melahirkan alam semesta yang kita huni, hendak diamati menggunakan kamera besar yang disebut sebagai detektor oleh para peneliti Astro-Fisika Eropa. Lebih lanjut pimpinan proyek FAIR, Prof. Hans Gutbrod menjelaskan ; "Ini sebuah perangkat, dimana di dalamnya inti atom saling bertabrakan. Perangkat ini panjangnya 25 meter dan tingginya 10 meter, dilengkapi dengan jutaan kanal elektronik."
Misteri Unsur Berat
FAIR diharapkan memberikan jawab terhadap berbagai misteri astro-fisika yang selama ini hendak dipecahkan para peneliti. Antara lain, dari mana datangnya inti atom unsur berat di alam semesta kita? Demikian diungkapkan Reinhard Stock, pakar fisika dari Universitas Frankfurt. Sebab pada saat dentuman besar hanya tercipta materi ringan, terutama Hidrogen dan Helium. Unsur kimia yang lebih berat lainnya, seperti oksigen, belerang dan besi terbentuk beberapa milyar tahun kemudian di dalam inti bintang atau inti planet. Tapi elemen super berat seperti Uranium, diyakini hanya dapat terbentuk dalam bencana kosmis. Pakar fisika dari Universitas Frankfurt, Reinhard Stock menegaskan; "Terdapat bencana astro-fisika yang eksotis, misalnya supernova atau tabrakan bintang neutron. Dan FAIR hendak mengujicoba proses penciptaan elemen berat yang ada di alam semesta, dimana sejumlah elemen berat yang langka dibuat sintesisnya dan diteliti sifat-sifatnya. Ini merupakan tema yang merupakan titik berat rekayasa dari instalasi baru tsb."
Para pakar fisika juga mengharapkan FAIR dapat menciptakan kondisi Big Bang Nucleosynthesis, yang panasnya milyaran derajat Celsius dengan kerapatan materi amat luar biasa.
Materi Hadron
Dengan memanfaatkan perangkat pemercepat partikel berukuran amat besar FAIR, para ahli fisika hendak mempercepat inti atom hingga mendekati kecepatan cahaya dan saling menabrakannya. Sejauh ini para ahli fisika masih menghadapi misteri besar menyangkut materi Hadron, dimana bagian elementar dari Proton dan Neutron yang disebut Quarks terikat oleh gaya amat kuat.
Gaya kuat atau Hadron ini memiliki sifat paradox. Semakin rapat Quarks semakin kecil gayanya, dan semakin membesar seiring dengan pertambahan jarak. Setelah itu jika mencapai jarak tertentu besarnya gaya akan konstan.
Pakar fisika dari Universitas Frankfurt, Reinhard Stock menjelaskan lebih lanjut; "Inti atom itu semacam gelembung yang berisi Proton dan Neutron. Jika saya menabrakkan dua gelembung semacam itu, berarti saya memampatkan materi di dalam gelembung. Di titik tabrakkan kerapatan materi menjadi amat tinggi. Dengan itu terbentuk kondisi yang tidak mengikuti hukum inti atom yang normal, dan diliuar semua hukum fisika yang dapat diamati di Bumi. Tercipta semacam dentuman besar dalam bentuk mini." Selain membuat simulasi dentuman besar, FAIR juga hendak membuat simulasi kondisi yang terjadi di inti planet Saturnus dan Yupiter. Dengan itu hendak dilacak rincian, bagaimana bagian terkecil dari materi berinteraksi. Selain itu juga hendak diujicoba komponen terbaru untuk membuat pesawat ruang angkasa dan satelit. Instalasi pemercepat partikel di Darmstadt itu memiliki diameter sekitar satu kilometer persegi, dan diharapkan mulai dapat digunakan tahun 2012 mendatang.
Sejauh ini, penelitian Hadron yakni gaya kuat di inti atom, yang mengikat Quarks menjadi Proton dan Neutron yang membentuk inti atom, masih berada pada tahapan awal. Bagaimana mekanismenya sebagian besar belum diketahui dengan pasti.
Yang sudah diketahui adalah, gaya kuat di inti atom mempengaruhi secara mendasar struktur materi serta evolusi alam semesta. Sejauh ini, penelitian elemen berat juga terus dipacu. Seperti diketahui, elemen paling berat di alam adalah Uranium yang memiliki 92 proton. Akan tetapi para pakar kimia dan fisika dapat menciptakan 20 unsur lebih berat dari Uranium, dengan sintesa di laboratorium.
Elemen berat di alam, menurut pengetahuan paling aktual, tercipta dalam proses amat rumit di inti bintang berukuran besar atau dari ledakan Supernova. Instalasi penelitian FAIR dengan perangkat anti-Proton dan pancaran ion-nya, diharapkan juga dapat menjelaskan lebih rinci pembentukan elemen berat di alam ini.
Bentuk alam semesta ini sebenarnya tidak pernah diketahui oleh kita, karena pengetahuan kita akan bentuk alam semesta sebatas hasil pengindraan tadi. Tetapi ada yang aneh dengan persepsi manusia terhadap bentuk dan kejadian di alam ini, yakni persepsi semua orang relatif sama. Sebagai contoh dalam kejadian sehari-hari, beberapa orang sedang menyaksikan sebuah acara televisi yang menayangkan seorang artis penyanyi. Semua penonton bersepakat bahwa nama artis tersebut adalah si anu, berjenis kelamin wanita, pakaian yang dikenakannya berwarna merah bergaris-garis, suaranya serak dan wajahnya cantik. Kalaupun ada perbedaan pendapat biasanya hanya sebatas kualitasnya, seperti warna merah bajunya terlalu tua dan yang lain bilang merahnya agak gelap, atau kecantikan tidak sempurna karena bibirnya terlalu lebar dan sebagainya – ini bisa terjadi karena kemampuan alat pengindraan dan cara pandang yang berbeda. Tetapi pada prinsipnya semua sepakat dalam beberapa hal seperti telah disebutkan sebelumnya.
Satu lagi contoh mengenai kejadian di alam. Semua orang relatif sama persepsinya bahwa langit mendung akan turun hujan. Apabila hujan turun maka tanah dan lain-lain akan basah terkena air. Kemudian air akan menyuburkan tanaman – pohon mangga misalnya, lalu pohon tersebut akan tumbuh baik, berbunga dan berbuah. Dan semua orang ternyata sepakat tentang rasa buah mangga apakah asam atau manis.
Kedua cerita di atas menimbulkan pertanyaan: kenapa persepsi semua orang bisa relatif sama terhadap wujud benda dan kejadian di alam semesta ini? Apakah yang menjadi penyebab persepsi itu bisa sama? Apakah kesamaan persepsi itu kebetulan belaka?
Tidak ada kebetulan, yang ada adalah ketetapan
Kita semua pasti sudah mengetahui tentang hukum alam (natural law) sebuah istilah lain yang digunakan sarjana-sarjana Barat untuk istilah hukum Allah (sunatullah) yang digunakan para ilmuwan Islam. Hukum inilah yang dijadikan dasar dalam penciptaan dan pengelolaan alam semesta.
Menurut keyakinan sebagian ilmuwan fisika, keberadaan hukum alam bersamaan dengan kejadian awal terciptanya alam semesta pada waktu ledakan besar pertama (teori Big Bang). Jadi sebelum ada alam semesta, hukum-hukum itu belum ada.
Tetapi saya berpandangan hukum-hukum itu ditetapkan oleh Tuhan sebelum alam semesta diciptakan. Logika sederhanya adalah pembuat kue tidak akan membuat kue sebelum menetapkan takaran bahan-bahan kue di dalam sebuah resep masakan. Jadi hukum alam itu sudah ditetapkan kemudian dijadikan dasar penciptaan dan proses kejadian alam semesta selanjutnya.
Ada dua kemungkinan faktor penyebab yang membuat persepsi semua orang sama terhadap keberadaan dan bentuk alam semesta, yakni:
1. Faktor pengetahuan tentang hukum alam
Seperti telah disebutkan di atas bahwa hukum alam itu diciptakan sebelum penciptaan alam semesta. Hukum-hukum alam tersebut dijadikan dasar penciptaan dan juga proses kejadian alam selanjutnya. Diibaratkan alam semesta ini adalah sebuah komputer raksasa, maka hukum-hukum alam tadi sudah diinstal ke dalam alam semesta. Software hukum alam tadi akan memproses kejadian-kejadian di alam semesta sehingga semua proses kejadian selalu mematuhi ketentuan hukum-hukum tadi.
Demikian juga halnya dengan penciptaan manusia. Karena tubuh manusia juga diciptakan sesuai dengan hukum alam – dan manusia memang bagian dari alam semesta – maka hukum alam tadi juga diinstalkan ke tubuh manusia. Tempat yang mungkin untuk itu adalah otak. Jadi sesungguhnya manusia sudah memiliki pengetahuan tentang hukum alam secara lengkap dan sempurna di dalam otaknya.
Keterangan di atas bisa menjelaskan bagaimana proses belajar bisa terjadi, apakah dengan membaca buku, menerima penjelasan orang lain, melihat kejadian alam atau menerima ilham. Membaca buku, menerima penjelasan orang lain dan melihat kejadian alam yang dilakukan seseorang untuk memperoleh ilmu pengetahuan adalah proses membandingkan apa yang dilihat di luar dirinya dengan hukum alam yang sudah diinstal di otak tadi. Mengerti dan memahami suatu pengetahuan adalah hasil akhir dari pencocokan realita yang dilihat dengan informasi hukum alam di otak. Jadi pengetahuan bukan datang dari luar masuk ke dalam otak, tapi sudah ada di dalam tapi belum dicocokkan dengan realita. Sedangkan pengetahuan yang diperoleh melalui ilham – tanpa melalui proses belajar – hukum-hukum yang telah diinstal di otak tadi akan muncul ke bagian otak yang memberikan gambaran dan memunculkan persepsi tanpa perbandingan dengan realita.
Begitu juga dengan proses mempersepsi wujud benda di alam semesta. Pada cerita para penonton televisi di atas, hukum-hukum alam di otak mereka masing-masing mengenai spektrum warna (untuk wana baju), struktur dan bangun tubuh (untuk pengenalan pribadi, jenis kelamin, kecantikan dan jenis suara) adalah sama. Karena alat indrawi mereka juga sama, maka hasil persepsi mereka terhadap objek yang sama menjadi sama. Sedikit perbedaan persepsi mungkin terjadi disebabkan ada faktor lain seperti buta warna, mata rabun, menggunakan kaca mata berwarna, sedang mabuk minuman keras dan lain sebagainya, sehingga fungsi alat indra, kelancaran proses menghantarkan sinyal-sinyal listrik di syaraf ke otak dan proses pengolahan informasi di otak bisa terganggu.
2. Faktor pengetahuan tentang kejadian alam semesta
Ada perbedaan pandangan yang sangat prinsip di kalangan ilmuwan mengenai kejadian alam semesta. Kelompok penganut faham materialisme berpandangan bahwa alam semesta statis dan berdiri sendiri. Sedangkan kelompok penganut faham kreasion meyakini alam semesta diciptakan, berawal dan berakhir. Walaupun mereka tidak mengetahui siapa yang menciptakan, bagaimana keadaan sebelum penciptaan dan apa yang terjadi sesudah kehancuran alam semesta.
Tapi kita tidak akan membahas perbedaan kedua pandangan tersebut. Kita akan membahas pandangan kaum spiritualis dan agamis – terutama kalangan sufisme – yang berpendapat bahwa kejadian penciptaan alam semesta ini sudah selesai. Mereka berkeyakinan bahwa dari kejadian awal hingga kehancuran alam semesta ini, termasuk juga dimensi akhirat sebagai alam lain setelah dunia menurut keyakinan spiritualis dan agamis, sudah selesai. Jadi menurut keyakinan mereka manusia dan seluruh isi alam sedang menjalani kehidupan yang sebetulnya sudah selesai dalam pengetahuan Tuhan.
Informasi kejadian alam semesta dari awal hingga selesai itulah yang diinstal ke otak kita. Namun tidak mudah menggalinya, karena bukan pengetahuan siap pakai. Informasi itu hanya sebagai alat untuk mencocokkan persepsi kita terhadap alam.
Kemajuan sains di masa sekarang sedang mengembangkan sebuah teknologi bernama virtual reality. Teknologi ini berupa sebuah alat yang bisa memberikan gambaran kejadian berupa program komputer melalui kejutan-kejutan listrik ke otak. Game komputer yang menggunakan teknologi virtual reality akan membuat si pemain seperti berada di dalam dunia nyata, bisa merasakan sakitnya pukulan bahkan bisa berdarah dan mati.
Sehubungan dengan teknologi virtual reality tersebut ada sebuah pendapat ekstrim yang mengatakan bahwa hidup kita di dunia ini adalah sebuah program virtual reality milik Tuhan yang sudah diinstalkan ke otak kita. Jadi kita sedang hidup di dalam dunia maya yang kita anggap sebagai sebuah dunia nyata!
Pada tahun 1929, di observatorium Mount Wilson California, ahli astronomi Amerika, Edwin Hubble membuat salah satu penemuan terbesar di sepanjang sejarah astronomi.
Ketika mengamati bintang-bintang dengan teleskop raksasa, ia menemukan bahwa mereka memancarkan cahaya merah sesuai dengan jaraknya. Hal ini berarti bahwa bintang-bintang ini “bergerak menjauhi” kita. Sebab, menurut hukum fisika yang diketahui, spektrum dari sumber cahaya yang sedang bergerak mendekati pengamat cenderung ke warna ungu, sedangkan yang menjauhi pengamat cenderung ke warna merah. Jauh sebelumnya, Hubble telah membuat penemuan penting lain. Bintang dan galaksi bergerak tak hanya menjauhi kita, tapi juga menjauhi satu sama lain. Satu-satunya yang dapat disimpulkan dari suatu alam semesta di mana segala sesuatunya bergerak menjauhi satu sama lain adalah bahwa ia terus-menerus “mengembang”.
Agar lebih mudah dipahami, alam semesta dapat diumpamakan sebagai permukaan balon yang sedang mengembang. Sebagaimana titik-titik di permukaan balon yang bergerak menjauhi satu sama lain ketika balon membesar, benda-benda di ruang angkasa juga bergerak menjauhi satu sama lain ketika alam semesta terus mengembang. Sebenarnya, fakta ini secara teoritis telah ditemukan lebih awal. Albert Einstein, yang diakui sebagai ilmuwan terbesar abad ke-20, berdasarkan perhitungan yang ia buat dalam fisika teori, telah menyimpulkan bahwa alam semesta tidak mungkin statis. Tetapi, ia mendiamkan penemuannya ini, hanya agar tidak bertentangan dengan model alam semesta statis yang diakui luas waktu itu. Di kemudian hari, Einstein menyadari tindakannya ini sebagai ‘kesalahan terbesar dalam karirnya’.
Apa arti dari mengembangnya alam semesta? Mengembangnya alam semesta berarti bahwa jika alam semesta dapat bergerak mundur ke masa lampau, maka ia akan terbukti berasal dari satu titik tunggal. Perhitungan menunjukkan bahwa ‘titik tunggal’ ini yang berisi semua materi alam semesta haruslah memiliki ‘volume nol‘, dan ‘kepadatan tak hingga‘. Alam semesta telah terbentuk melalui ledakan titik tunggal bervolume nol ini.
Ledakan raksasa yang menandai permulaan alam semesta ini dinamakan ‘Big Bang‘, dan teorinya dikenal dengan nama tersebut. Perlu dikemukakan bahwa ‘volume nol‘ merupakan pernyataan teoritis yang digunakan untuk memudahkan pemahaman. Ilmu pengetahuan dapat mendefinisikan konsep ‘ketiadaan‘, yang berada di luar batas pemahaman manusia, hanya dengan menyatakannya sebagai ‘titik bervolume nol‘. Sebenarnya, ‘sebuah titik tak bervolume‘ berarti ‘ketiadaan‘. Demikianlah alam semesta muncul menjadi ada dari ketiadaan. Dengan kata lain, ia telah diciptakan. Fakta bahwa alam ini diciptakan, yang baru ditemukan fisika modern pada abad ke-20, telah dinyatakan dalam Al-Quran 14 abad lampau: “Dia Pencipta langit dan bumi.” (Al-An’aam: 101)
Teori Big Bang menunjukkan, semua benda di alam semesta pada awalnya adalah satu wujud, dan kemudian terpisah-pisah. Ini diartikan bahwa keseluruhan materi diciptakan melalui Big Bang atau ledakan raksasa dari satu titik tunggal, dan membentuk alam semesta kini dengan cara pemisahan satu dari yang lain.
Pada tahun 1948, Gerge Gamov muncul dengan gagasan lain tentang Big Bang. Ia mengatakan, setelah pembentukan alam semesta melalui ledakan raksasa, sisa radiasi yang ditinggalkan oleh ledakan ini haruslah ada di alam. Selain itu, radiasi ini haruslah tersebar merata di segenap penjuru alam semesta. Bukti yang ‘seharusnya ada‘ ini pada akhirnya diketemukan. Pada tahun 1965, dua peneliti bernama Arno Penziaz dan Robert Wilson menemukan gelombang ini tanpa sengaja. Radiasi ini, yang disebut ‘radiasi latar kosmis‘, tidak terlihat memancar dari satu sumber tertentu, akan tetapi meliputi keseluruhan ruang angkasa. Demikianlah, diketahui bahwa radiasi ini adalah sisa radiasi peninggalan dari tahapan awal peristiwa Big Bang. Penzias dan Wilson dianugerahi hadiah Nobel untuk penemuan mereka. Pada tahun 1989, NASA mengirimkan satelit Cosmic Background Explorer [COBE] ke ruang angkasa untuk melakukan penelitian tentang radiasi latar kosmis. Hanya perlu 8 menit bagi COBE untuk membuktikan perhitungan Penziaz dan Wilson. COBE telah menemukan sisa ledakan raksasa yang telah terjadi di awal pembentukan alam semesta. Dinyatakan sebagai penemuan astronomi terbesar sepanjang masa, penemuan ini dengan jelas membuktikan teori Big Bang. Bukti penting lain bagi Big Bang adalah jumlah hidrogen dan helium di ruang angkasa. Dalam berbagai penelitian, diketahui bahwa konsentrasi hidrogen-helium di alam semesta bersesuaian dengan perhitungan teoritis konsentrasi hidrogen-helium sisa peninggalan peristiwa Big Bang. Jika alam semesta tak memiliki permulaan dan jika ia telah ada sejak dulu kala, maka unsur hidrogen ini seharusnya telah habis sama sekali dan berubah menjadi helium. Segala bukti meyakinkan ini menyebabkan teori Big Bang diterima oleh masyarakat ilmiah. Model Big Bang adalah titik terakhir yang dicapai ilmu pengetahuan tentang asal muasal alam semesta. Begitulah, alam semesta ini telah diciptakan oleh Allah Yang Maha Perkasa dengan sempurna tanpa cacat: “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihtatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang.” (Al-Mulk:3)
Segala bukti meyakinkan di atas telah menyebabkan teori Big Bang diterima oleh masyarakat ilmiah. Model Big Bang adalah titik terakhir yang dicapai ilmu pengetahuan tentang asal muasal alam semesta. Begitulah, alam semesta ini telah diciptakan oleh Allah Yang Maha Perkasa dengan sempurna tanpa cacat dari ketiadaan. Dennis Sciama, yang selama bertahun-tahun bersama Sir Fred Hoyle mempertahankan teori Steady-state, yang berlawanan dengan fakta penciptaan alam semesta, menjelaskan posisi akhir yang telah mereka capai setelah semua bukti bagi teori Big Bang terungkap. Sciama menyatakan bahwa ia mempertahankan teori Steady-state bukan karena ia menanggapnya benar, melainkan karena ia berharap bahwa inilah yang benar. Sciama selanjutnya mengatakan, ketika bukti mulai bertambah, ia harus mengakui bahwa permainan telah usai dan teori Steady-state harus ditolak. Prof George Abel dari Universitas California juga menerima kemenangan akhir Big Bang dan menyatakan bahwa bukti yang kini ada menunjukkan bahwa alam semesta bermula milyaran tahun silam melalui peristiwa Big Bang. Ia mengakui bahwa ia tak memiliki pilihan kecuali menerima teori Big Bang. Dengan kemenangan Big Bang, mitos ‘materi kekal’ yang menjadi dasar berpijak paham materialis terhempaskan ke dalam tumpukan sampah sejarah. Lalu keberadaan apakah sebelum Big Bang; dan kekuatan apa yang memunculkan alam semesta sehingga menjadi ‘ada’ dengan ledakan raksasa ini saat alam tersebut ‘tidak ada’?
Meminjam istilah Arthur Eddington, pertanyaan ini jelas mengarah pada fakta yang ‘secara filosofis menjijikkan’ bagi kaum materialis, yakni keberadaan sang Pencipta, alias The Creator, alias Al-Khaliq.
Filosof ateis terkenal Antony Flew berkata tentang hal ini: “Sayangnya, pengakuan adalah baik bagi jiwa. Karenanya, saya akan memulai dengan pengakuan bahwa kaum Ateis Stratonisian terpaksa dipermalukan oleh kesepakatan kosmologi zaman ini. Sebab, tampaknya para ahli kosmologi tengah memberikan bukti ilmiah bahwa alam semesta memiliki permulaan.”
Banyak ilmuwan yang tidak secara buta menempatkan dirinya sebagai ateis telah mengakui peran Pencipta yang Mahaperkasa dalam penciptaan alam semesta. Pencipta ini haruslah Dzat yang telah menciptakan materi dan waktu, namun tidak terikat oleh keduanya.
Ahli astrofisika terkenal Hugh Ross mengatakan: “Jika permulaan waktu terjadi bersamaan dengan permulaan alam semesta, sebagaimana pernyataan teorema ruang, maka penyebab terbentuknya alam semesta pastilah sesuatu yang bekerja pada dimensi waktu yang sama sekali tak tergantung dan lebih dulu ada dari dimensi waktu alam semesta. Kesimpulan ini memberitahu kita bahwa Tuhan bukanlah alam semesta itu sendiri, Tuhan tidak pula berada di dalam alam semesta.”
Begitulah, materi dan waktu diciptakan oleh sang Pencipta yang tidak terikat oleh keduanya. Pencipta ini adalah Allah, Dialah Penguasa langit dan bumi. Sebenarnya, Big Bang telah menimbulkan masalah yang lebih besar bagi kaum materialis daripada pengakuan Filosof ateis, Antony Flew. Sebab, Big Bang tak hanya membuktikan bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan, tetapi ia juga diciptakan secara sangat terencana, sistematis dan teratur.
Big Bang terjadi melalui ledakan suatu titik yang berisi semua materi dan energi alam semesta serta penyebarannya ke segenap penjuru ruang angkasa dengan kecepatan yang sangat tinggi. Dari materi dan energi ini, munculah suatu keseimbangan luar biasa yang melingkupi berbagai galaksi, bintang, matahari, bulan, dan benda angkasa lainnya. Hukum alam pun terbentuk yang kemudian disebut ’hukum fisika’, yang seragam di seluruh penjuru alam semesta, dan tidak berubah. Hukum fisika yang muncul bersamaan dengan Big Bang tak berubah sama sekali selama lebih dari 15 milyar tahun. Selain itu, hukum ini didasarkan atas perhitungan yang sangat teliti sehingga penyimpangan satu milimeter saja dari angka yang ada sekarang akan berakibat pada kehancuran seluruh bangunan dan tatanan alam semesta. Semua ini menunjukkan bahwa suatu tatanan sempurna muncul setelah Big Bang.
Namun, yang namanya ledakan tidak mungkin memunculkan tatanan sempurna. Semua ledakan cenderung berbahaya, menghancurkan, dan merusak apa yang ada. Mulai dari ledakan gunung berapi sampai ledakan kompor di dapur, semua bersifat merusak. Karenanya, jika kita diberitahu tentang kemunculan tatanan sangat sempurna setelah suatu ledakan, kita dapat menyimpulkan bahwa ada campur tangan ‘cerdas’ di balik ledakan ini, dan segala serpihan yang berhamburan akibat ledakan ini telah digerakkan secara sangat terkendali. Sir Fred Hoyle, yang akhirnya harus menerima teori Big Bang setelah bertahun-tahun menentangnya, mengungkapkan hal ini dengan jelas: “Teori Big Bang menyatakan bahwa alam semesta berawal dari satu ledakan tunggal. Tapi, sebagaimana diketahui, ledakan hanya menghancurkan materi berkeping-keping, sementara Big Bang secara misterius telah menghasilkan dampak yang berlawanan -yakni materi yang saling bergabung dan membentuk galaksi-galaksi.”
Tidak ada keraguan, jika suatu tatanan sempurna muncul melalui sebuah ledakan, maka harus diakui bahwa terdapat campur tangan Pencipta yang berperan di setiap saat dalam ledakan ini.
Hal lain dari tatanan luar biasa yang terbentuk di alam menyusul peristiwa Big Bang ini adalah penciptaan ‘alam semesta yang dapat dihuni’. Persyaratan bagi pembentukan suatu planet layak huni sungguh sangat banyak dan kompleks, sehingga mustahil untuk beranggapan bahwa pembentukan ini bersifat kebetulan.
Setelah melakukan perhitungan tentang kecepatan mengembangnya alam semesta, Paul Davis, profesor fisika teori terkemuka, meyakini bahwa kecepatan ini memiliki ketelitian yang sungguh tak terbayangkan.
Davis berkata: “Perhitungan jeli menempatkan kecepatan pengembangan ini sangat dekat pada angka kritis yang dengannya alam semesta akan terlepas dari gravitasinya dan mengembang selamanya. Sedikit lebih lambat dan alam ini akan runtuh, sedikit lebih cepat dan keseluruhan materi alam semesta sudah berhamburan sejak dulu. Jelasnya, Big Bang bukanlah sekedar ledakan zaman dulu, tapi ledakan yang terencana dengan sangat cermat.
Fisikawan terkenal, Prof Stephen Hawking mengatakan dalam bukunya A Brief History of Time, bahwa alam semesta dibangun berdasarkan perhitungan dan keseimbangan yang lebih akurat dari yang dapat kita bayangkan. Dengan merujuk pada kecepatan mengembangnya alam semesta, Hawking berkata: “Jika kecepatan pengembangan ini dalam satu detik setelah Big Bang berkurang meski hanya sebesar angka satu per-seratus ribu juta juta, alam semesta ini akan telah runtuh sebelum pernah mencapai ukurannya yang sekarang.” Paul Davis juga menjelaskan akibat tak terhindarkan dari keseimbangan dan perhitungan yang luar biasa akuratnya ini: “Adalah sulit menghindarkan kesan bahwa tatanan alam semesta sekarang, yang terlihat begitu sensitif terhadap perubahan angka sekecil apapun, telah direncanakan dengan sangat teliti. Kemunculan serentak angka-angka yang tampak ajaib ini, yang digunakan alam sebagai konstanta-konstanta dasarnya, pastilah menjadi bukti paling meyakinkan bagi keberadaan desain alam semesta.”
Berkenaan dengan kenyataan yang sama ini, profesor astronomi Amerika, George Greenstein menulis dalam bukunya The Symbiotic Universe: “Ketika kita mengkaji semua bukti yang ada, pemikiran yang senantiasa muncul adalah bahwa kekuatan supernatural pasti terlibat.”
Teori Big Bang Diragukan : Semesta Tak Memiliki Awal dan Akhir
Apa yang bakal terjadi jika teori Big Bang itu ternyata salah" Bagaimana jika ternyata semesta tidak pernah memiliki awal dan akhir" Dua ahli fisika, yakni Paul Steinhardt dari Princeton University dan Neil Turok dari Cambridge University memunculkan pertanyaan ini lewat konsep baru yang mereka tawarkan.
Teori Big Bang, selama beberapa dekade, dipercaya memberikan penjelasan paling masuk akal tentang kelahiran alam semesta. Teori ini menerangkan bahwa semesta lahir sekitar 14 miliar tahun lalu lewat dentuman besar entitas zat dan energi.
Segera setelah ledakan pertama tersebut, semesta meluas dengan cepat, dalam sebuah fenomena yang disebut para astronom sebagai inflasi. Proses perluasan semesta berlanjut dengan periode sangat singkat dan pendinginan sangat cepat, diikuti dengan ekpansi yang lebih tenang. Big Bang menjadi awal pembentukan ruang dan waktu.
Tapi model tersebut, dalam kaca mata Steinhardt dan Turok, memiliki beberapa kekurangan. Model tersebut tidak dapat menerangkan apa yang terjadi sebelum Big Bang dan menjelaskan hasil akhir dari semesta.
Akhir Teori Big Bang
Steinhardt dan Turok dari Cambridge, dalam laporan di jurnal Science, menguraikan bahwa Big Bang hanyalah salah satu bagian dari pembuatan semesta, tapi bukan pelopor dari kelahiran semesta. Ia hanya bagian kecil dari proses pembentukan semesta yang tidak memiliki awal dan akhir.
Sehingga penentuan umur semesta, yang muncul dari teori Big Bang, merupakan kesimpulan mengada-ada. Penambahan dan penyusutan semesta terjadi secara terus-menerus, berlangsung bukan dalam miliar tapi triliunan tahun.
"Waktu tidak mesti memiliki awal," ujar Steinhardt dalam wawancara telepon dengan Associated Press. Ia mengatakan bahwa teori waktu sebenarnya hanya transisi atau tahap evolusi dari fase sebelum semesta ada ke fase perluasan semesta yang ada saat ini.
Para ilmuwan yang menyokong teori Big Bang melihat ekspansi semesta ditentukan oleh sejumlah energi yang memperlambat dan mempercepat ekspansi. Energi yang memperlambat ekspansi ini kemudian bergerombol dalam galaksi, bintang dan planet. Energi yang mempercepat ekspansi ini diistilahkan sebagai "energi gelap".
Namun Steinhardt dan Turok melihat bahwa materi semesta tidak sekadar terdiri dari energi biasa dan "energi gelap", tapi juga "spesies ketiga". "Kami melihat rasio energi yang membentuk semesta adalah 70 persen materi unik dan 30 persen materi biasa," ujar Steinhardt.
Materi biasa yang dimaksud Steinhardt adalah materi yang membuat ekspansi semesta lebih pelan, yang mengijinkan gravitasi menciptakan galaksi, bintang dan planet, termasuk bumi.
Sementara percepatan ekspansi didorong oleh "energi gelap" yang menyatukan sejumlah zat dan energi. "Energi ini, sekali mengambil alih semesta, mendorong segala seuatu pada pusat percepatan. Sehingga semesta akan berukuran dua kali lipat setiap 14 hingga 15 miliar tahun sepanjang ada energi gravitasi yang mendominasi semesta," ujar Steinhardt.
Dentuman besar muncul ketika "energi gelap" mengubah karakter ini. Dengan alasan inilah, kedua ilmuwan fisika tersebut menolak menerima argumen bahwa Big Bang merupakan penyebab kelahiran alam semesta. Karena semesta sudah ada sebelum dentuman itu terjadi.
Penulis kosmologi Marcus Chown Concedes mengakui pembuktian model semesta memang rumit. Ia bahkan mengatakan sejarah semesta adalah sejarah kesalahan kita sebagai manusia.
Karena kita hendak menyelidiki materi yang luar biasa besar, sementara kita hanya bisa duduk di sebuah planet kecil yang menjadi bagian dari materi tersebut.
Proses Terciptanya Alam Semesta Menurut Al-Quran
Dalam salah satu teori mengenai terciptanya alam semesta (teori big bang), disebutkan bahwa alam semesta tercipta dari sebuah ledakan kosmis sekitar 10-20 miliar tahun yang lalu yang mengakibatkan adanya ekspansi (pengembangan) alam semesta. Sebelum terjadinya ledakan kosmis tersebut, seluruh ruang materi dan energi terkumpul dalam sebuah titik. Mungkin banyak di antara kita yang telah membaca tentang teori tersebut.
Sekarang, mungkin ada di antara kita yang ingin tahu bagaimana Al-Quran menjelaskan tentang terbentuknya alam semesta ini. Dalam Quran surat Al-Anbiya (surat ke-21) ayat 30 disebutkan:
“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”
Lalu dalam Quran surat Fussilat (surat ke-41) ayat 11 Allah berfirman:
“Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”.
Kata asap dalam ayat tersebut di atas menurut para ahli tafsir adalah merupakan kumpulan dari gas-gas dan partikel-partikel halus baik dalam bentuk padat maupun cair pada temperatur yang tinggi maupun rendah dalam suatu campuran yang lebih atau kurang stabil.
Lalu dalam surat At-Talaq (surat ke-65) ayat 12 Allah berfirman: “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmunya benar-benar meliputi segala sesuatu”Para ahli menafsirkan bahwa kata tujuh menunjukkan sesuatu yang jamak (lebih dari satu), dimana secara tekstual hal ini mengindikasikan bahwa di alam semesta ini terdapat lebih dari satu bumi seperti bumi yang kita tempati sekarang ini.
Beberapa hal yang mungkin mengejutkan bagi para pembaca Al-Quran di abad ini adalah fakta tentang ayat-ayat dalam Al-Quran yang menyebutkan tentang tiga kelompok benda yang diciptakan(Nya) yang ada di alam semesta yaitu benda-benda yang berada di langit, benda-benda yang berada di bumi dan benda-benda yang berada di antara keduanya. Kita dapat menemukan tentang hal ini pada beberapa surat yaitu surat To-Ha (surat ke-20) ayat 6 yang artinya: “Kepunyaan-Nya lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah”.
Lalu dalam surat Al-Furqan (aurat ke-25) ayat 59 yang artinya: “Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa…”Juga dalam surat Al-Sajda (surat ke-32) ayat 4 yang artinya: “Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa…”
Dan surat Qaf (surat ke-50) ayat 58 yang artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikit pun tidak ditimpa keletihan” Dari surat-surat tersebut di atas terlihat bahwa secara umum proses terciptanya jagat raya ini berlangsung dalam 6 periode atau masa dimana tahapan dalam proses tersebut saling berkaitan. Disebutkan pula bahwa terciptanya jagat raya terjadi melalui proses pemisahan massa yang tadinya bersatu. Selain itu disebutkan pula tentang lebih dari satu langit dan bumi dan keberadaan ciptaan di antara langit dan bumi.
Dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa sebelum para ahli mengemukakan tentang teori big bang (yang dimulai sejak tahun 1920-an), ayat-ayat Al-Quran telah secara jelas menceritakan bagaimana alam semesta ini terbentuk.
No comments:
Post a Comment