"Blog ini saya buat dalam keadaan yang sesadar-sadarnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.. ..::ZAMAL MAULANA SIDIQ::.."

Anda adalah pengunjung ke...

Free Counters
Free Counters

Jaringan Islam Liberal

expr:id='"post-" + data:post.id'> Jaringan Islam Liberal adalah forum intelektual terbuka yang mendiskusikan dan menyebarkan liberalisme Islam di Indonesia. Forum ini bersekretariat di Teater Utan Kayu, Jalan Utan Kayu no. 68 H, Jakarta, sebidang tanah milik jurnalis dan intelektual senior Goenawan Mohammad.

Tentang Jaringan Islam Liberal

1. Apa itu Islam liberal?

Islam Liberal adalah suatu bentuk penafsiran tertentu atas Islam dengan landasan sebagai berikut:

a. Membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam.

Islam Liberal percaya bahwa ijtihad atau penalaran rasional atas teks-teks keislaman adalah prinsip utama yang memungkinkan Islam terus bisa bertahan dalam segala cuaca. Penutupan pintu ijtihad, baik secara terbatas atau secara keseluruhan, adalah ancaman atas Islam itu sendiri, sebab dengan demikian Islam akan mengalami pembusukan. Islam Liberal percaya bahwa ijtihad bisa diselenggarakan dalam semua segi, baik segi muamalat (interaksi sosial), ubudiyyat (ritual), dan ilahiyyat (teologi).

b. Mengutamakan semangat religio etik, bukan makna literal teks.

Ijtihad yang dikembangkan oleh Islam Liberal bukanlah upaya menafsirkan Islam berdasarkan Qur’an dan Sunnah Nabi, yang konservatif, melainkan berdasarkan semangat protestan, dengan penafsiran yang berdasarkan semangat religio-etik, Islam akan hidup dan berkembang secara kreatif menjadi bagian dari peradaban kemanusiaan universal.

c. Mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka dan plural.

Islam Liberal mendasarkan diri pada gagasan tentang kebenaran (dalam penafsiran keagamaan) sebagai sesuatu yang relatif, sebab sebuah penafsiran adalah kegiatan manusiawi yang terkungkung oleh konteks tertentu; terbuka, sebab setiap bentuk penafsiran mengandung kemungkinan salah, selain kemungkinan benar; plural, sebab penafsiran keagamaan, dalam satu dan lain cara, adalah cerminan dari kebutuhan seorang penafsir di suatu masa dan ruang yang terus berubah-ubah.

d. Memihak pada yang minoritas dan tertindas.

Islam Liberal berpijak pada penafsiran Islam yang hanya memihak kepada kaum minoritas yang tertindas dan dipinggirkan. Setiap struktur sosial-politik yang mengawetkan praktek ketidakadilan atas yang minoritas adalah berlawanan dengan semangat Islam. Minoritas di sini dipahami dalam maknanya yang luas, mencakup minoritas agama, etnik, ras, jender, budaya, politik, dan ekonomi.

e. Meyakini kebebasan beragama.

Islam Liberal meyakini bahwa urusan beragama dan tidak beragama adalah hak perorangan yang harus dihargai dan dilindungi. Islam Liberal tidak membenarkan hukuman (persekusi) atas dasar suatu pendapat atau kepercayaan.

f. Memisahkan otoritas duniawi dan ukhrawi, otoritas keagamaan dan politik.

Islam Liberal yakin bahwa kekuasaan keagamaan dan politik harus dipisahkan. Islam Liberal menentang negara Islam (teokrasi). Islam Liberal yakin bahwa bentuk negara bagi kehidupan agama dan politik adalah negara yang memisahkan kedua wewenang tersebut. Agama adalah sumber inspirasi yang dapat mempengaruhi kebijakan publik, tetapi agama tidak punya hak suci untuk menentukan segala bentuk kebijakan publik. Agama berada di ruang privat, dan urusan publik harus diselenggarakan melalui proses konsensus.

2. Mengapa disebut Islam Liberal?

Nama “Islam liberal” menggambarkan prinsip-prinsip yang kami anut, yaitu Islam yang menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan dari struktur sosial-politik yang menindas. “Liberal” di sini bermakna dua:

kebebasan dan pembebasan. Kami percaya bahwa Islam selalu dilekati kata sifat, sebab pada kenyataannya Islam ditafsirkan secara berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan penafsirnya. Kami memilih satu jenis tafsir, dan dengan demikian satu kata sifat terhadap Islam, yaitu “liberal”. Untuk mewujudkan Islam Liberal, kami membentuk Jaringan Islam Liberal (JIL).

3. Mengapa Jaringan Islam Liberal?

Tujuan utama kami adalah menyebarkan gagasan Liberalisme seluas-luasnya kepada masyarakat. Untuk itu kami memilih bentuk jaringan, bukan organisasi kemasyarakatan, maupun partai politik. JIL adalah wadah yang longgar untuk siapapun yang memiliki aspirasi dan kepedulian terhadap gagasan Islam Liberal.

4. Apa misi JIL?

Pertama, mengembangkan penafsiran Islam yang liberal sesuai dengan prinsip-prinsip yang kami anut, serta menyebarkannya kepada seluas mungkin khalayak.

Kedua, mengusahakan terbukanya ruang dialog yang bebas dari tekanan konservatisme. Kami yakin, terbukanya ruang dialog akan memekarkan pemikiran dan gerakan Islam yang sehat.

Ketiga, mengupayakan terciptanya struktur sosial dan politik yang adil dan manusiawi.
[sunting] Bahaya Laten Jaringan Islam Liberal (JIL)

Islam Liberal merupakan sebuah pemikiran yang menyuarakan liberalisasi atau kebebasan dalam ber-Islam. Mereka senengnya melontarkan pemikiran-pemikiran yang nyeleneh terhadap otentisitas al-Qur’an dan As-Sunnah. Pola pikir mereka adalah pola pikir yang bebas dalam mengemukakan pendapat, bebas berbuat apapun terhadap syariat yang sudah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, bebas yang tidak ada batasnya. Kebebasan tersebut bagian manifestasi pola pikir dari ideologi peradaban barat yang mereka elu-elukan. Dengan kata lain "Islam Liberal" adalah peradaban Barat yang diartikulasikan dengan bahasa dan idiom-idiom keislaman.

Di Indonesia organisasi Islam Liberal bernama JIL alias Jaringan Islam Liberal. Dalam organisasi ini, tokoh-tokoh JIL sering berceloteh di media ataupun forum-forum diskusi dalam mengkritisi hukum-hukum Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan As-Sunnah. Menurut kami Islam Liberal seperti ideologinya agama kristen protestan. Kenapa demikian? karena menurut sejarah lahirnya kristen protestan dikarenakan banyaknya ummat nasrani yang memprotes atas perintah ataupun dogma-dogma gereja yang mengikat kepada ummatnya. Bagi mereka Islam bukanlah solusi atas permasalahan ummat (seperti kembali kepada al-Qur’an dan As-Sunnah). Hukum Islam yang terdapat pada al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma' dan Qiyas bagi mereka adalah bukan ketetapan hukum yang baku.

Bagi mereka pola pikir yang nyeleneh terhadap hukum Islam merupakan sikap pencerahan atas kebebasan dalam menjalankan islam itu sendiri untuk menjadikan pembenaran atas sikap2nya itu. Kebenaran menurut versi orang Islam Liberal adalah tidak mutlak atau mengikat, kebenaran harus di dasari dengan semangat pembaharuan dan di sesuaikan dengan era kekinian. Pemikiran2 Islam Liberal selalu menjadi kontroversial bagi yang pernah membaca ataupun mendengarnya. Contoh hal mengenai toleransi terhadap ummat beragama lain dengan membuat fiqih lintas agama, kemudian masalah pluralisme, masalah sempalan ataupun aliran2 Islam (yang dikatakan sesat oleh MUI), dsb membuat ummat semakin dilunturkan pemahaman dan aqidahnya oleh mereka (Islam Liberal, pen).

Inti dari dasar pemikiran kaum Islam Liberal adalah metode penafsiran terhadap sumber-sumber hukum Islam (al-Qur’an, Hadits, Ijma', Qiyas) yang harus di intepretasikan secara kritis, bahasa lainnya adalah hermeneutika. Menurut Agusti Anwar dalam judul weblognya Hermeneutika kaum liberal, hermeneutika bukan pendekatan baru. Metode analisis yang namanya dinisbatkan pada hemeneus, dewa penafsiran Yunani, telah dipakai sejak lama oleh intelektual kristen untuk memporak-porandakan kitab sucinya. Untuk kasus Islam Liberal pun tak jauh beda, mereka menggunakan metode analisis tersebut untuk mengkritisi sumber hukum Islam dalam rangka menghancurkan Islam sebagai agenda terselubungnya. Menurut mereka, menafsirkan firman Allah dalam al-Qur’an dengan metode hermenetika merupakan cara yang modern dalam memahami firman Allah karena mudah dimengerti oleh ummat manusia. Rasulullah bersabda: “Dan barangsiapa yang berbicara tentang (menafsirkan) al-Qur’an dengan pikirannya semata, maka persilahkan menempati tempat duduknya di neraka” (HR.Tirmizi). Dalam riwayat lain, “Barangsiapa yang berbicara tentang (menafsirkan) al-Qur’an dengan pikirannya semata, kalaupun (kebetulan) benar itupun dianggap salah“ (HR.Tirmizi). Shahabat nabi ataupun ulama tabi’in aja selalu berhati-hati dalam menafsirkan al-Qur’an dan tidak berani menafsirkannya selagi tidak mengetahui ilmunya, namun yang dilakukan orang Islam Liberal adalah sebaliknya, dia menafsirkan ayat sesuai dengan hawa nafsunya.

Musuh utama mereka adalah orang-orang yang kontra dengan pola pemikirannya. Mereka menganggap orang-orang yang menjalankan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari adalah orang-orang fundamentalis dan menganggap orang-orang fundamentalis tersebut konservatif, kolot, kaku, saklek, garis keras, dsb. Orang-orang fundamentalis yang sering disebut2 oleh kader JIL adalah orang-orang PKS, HTI, MMI, MUI, FPI, Salafi, Wahabi, Forum Umat Islam (FUI), PERSIS, Muhammadiyah, Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), Harakah Sunniyah Untuk Masyarakat Islami (HASMI), dsb. Menurut orang-orang JIL, para fundamentalis selalu mencap JIL sesat dan menyesatkan, namun bagi mereka hal tersebut bukan dianggap sesat karena dalam pemikiran selalu berbeda pendapat itu dianggap biasa dan bagaimana kita mendiskusikannya seperti yang dinyatakan oleh Hamid Basyaib (tokoh JIL). Akhirnya, orang yang menentang dengan orang pendukung hermeneutika sering mengalami benturan perdebatan-perdebatan dialogis yang tidak ada ujung pangkalnya, bahkan terkesan antagonistik.

Padahal Allah sudah menyatakan bahwa Dia adalah Yang Maha Benar dalam surat Al-Baqarah:147: “Kebenaran itu adalah dari Robbmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” Inilah kebenaran yang bersifat absolut , hakiki, baku dan tidak relatif. Apa-apa yang disyariatkan oleh Allah pasti benar dan adil, kendati kebanyakan manusia menolak dan menentangnya. Maka tidak layak bagi seorang muslim untuk mencari pilihan lain setelah datangnya aturan-aturan dari Allah dan Rasul-Nya: “Tidaklah patut bagi laku-laki mukmin dan tidak (pula) bagi wanita mukmin, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Siapa saja mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata” (QS.Al-Ahzab:36).

Salah satu kekonyolan mereka (JIL) adalah menjawab tantangan Allah untuk membuat al-Qur’an edisi revisi oleh Taufik Adnan Amal yang ingin membuat al-Qur’an edisi kritis: “Dan jika kamu tetap dalam keraguan tentang al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat saja yang semisal al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu tidak dapat membuatnya dan pasti kamu tidak akan dapat membuatnya, peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang yang kafir” (QS.Al-baqaroh:23-24). Bahkan pada artikelnya Lutfi Syaukani dalam web Islam Liberal tidak meyakini bahwa al-Qur’an yang kita baca sehari-hari adalah al-Qur’an yang diturunkan Allah kepada Nabi. Disamping mereka berusaha mengubah nash al-Qur’an, sebagian dari mereka untuk menghujat ayat2 yang terdapat didalamnya. Simak saja ucapan Ulil Abshar Abdalla ketika membaca firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman masuklah kalian ke dalam Islam secarah kaffah” (QS.Al-Baqarah:208). Dia (Ulil) mengatakan, “Menurut saya, beragama secara kaffah itu tidak sehat dilihat dari pelbagai segi, beragama yang sehat adalah beragama yang tidak kaffah.” Ucapan yang dikatakan ulil adalah arogan dan sombong karena dia sudah terang-terangan membangkang atas perintah Allah dalam firman-Nya, “Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang mereka dilarang mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: Jadilah kamu kera yang hina.” (Al-A’raaf: 166)

Semoga saja artikel ini dapat menjadi pemikiran kita bersama dalam rangka pengokohan aqidah Islam kita supaya otaknya tidak tercuci oleh pemikiran dari Islam Liberal, karena pemikiran Islam Liberal itu berbahaya.

Waullahu’alam bii shawab.

No comments:

Post a Comment